PERTARUNGAN DENGAN SEORANG PEMBUNUH (153 MALAM BAG.6)

18 Nov

153 malam 6

 

Ana tinggal di Rutan selama 2 bulan atau sekitar 60 malam, kemudian setelah itu dipindahkan ke Lapas sampai masa tahanan berakhir atau bebas, entah itu dalam hitungan bulan atau tahun. Beberapa hari menjelang ana dipindahkan ke Lapas, banyak sahabat2 ana yang memberikan nasihat dan pengalamannya sebagai ilmu sekaligus bekal yang bisa ana bawa ke Lapas nanti. Diantara mereka adalah para Residivis (mantan Narapidana) yang sudah merasakan pahitnya hidup di Lapas. Inilah sebagian dari cerita2 mereka ke ana…

“…Rutan (Rumah Tahanan) itu diibaratkan kapal kecil, adapun Lapas diibaratkan kapal besar. Kapal kecil tidak akan bertemu dengan ombak atau badai yang besar, dia hanya berlayar di arus yang tenang atau kecil, adapun kapal besar…dia akan selalu berhadapan dengan ombak dan badai yang besar. Begitu juga dengan Rutan dan Lapas, keadaan Rutan sangat tidak ada apa2nya jika dibandingkan dengan keadaan di Lapas. Apa yang akan kamu alami di Lapas nanti begitu sangat berat, butuh penderitaan dan pengorbanan yang besar untuk bertahan hidup disana.

Dua hal yang paling ditakutkan oleh semua Narapidana, pertama adalah waktu mereka pertama kali digiring ke dalam Rutan. Dan yang kedua adalah waktu mereka digiring ke dalam Lapas. Itu adalah dua hal yang sangat ditakutkan oleh semua Narapidana, tidak peduli dia adalah seorang penjahat besar, atau orang yang kuat, atau orang yang berpengaruh, dan lainnya, semuanya akan merasakan ketakutan pada hari itu! Walaupun dia sudah sering keluar masuk penjara, tetap akan merasakan takut pada hari dia digiring ke dalam Lapas! Jika dia adalah seorang penjahat besar yang sering keluar masuk penjara, jadi Boss atau KM (Kepala Kamar) di Rutan, punya pengaruh besar dan anak buah yang banyak, tubuhnya besar dan penuh dengan Tatto, ditakuti oleh orang-orang, maka tetap saja dia akan merasakan ketakutan ketika digiring ke dalam Lapas, dia akan berubah menjadi seekor anak kucing yang tidak punya nyali, dia akan menjadi seorang budak dan gembel disana!! Menjadi santapan dan bulan2an oleh para Napi disana.

Itulah kehidupan di Lapas… Seperti apakah Lapas itu? Kenapa begitu ditakuti oleh para tahanan?
Kamu tahu? Seandainya ada dua pilihan, hidup selama 2 tahun di Rutan dengan hidup selama 1 tahun di Lapas, maka aku akan memilih hidup selama 2 tahun di Rutan, walaupun lebih banyak masanya. Karena sesungguhnya kehidupan di Lapas begitu menyakitkan. Disana banyak Napi yang menjadi gembel dan budak, makan dengan nasi cadong yang menjijikan, mandi di MCK yang kotor dan jorok di tempat terbuka (tanpa kamar, pintu dan atap) sehingga kalian bisa saling melihat aurat kalian satu sama lainnya. Selain itu tubuh kalian akan dipenuhi dengan penyakit kulit, baik itu panu, kurap, bisul, dan yang paling menderita adalah kutu kupret. Aku berani bertaruh, sebulan kamu tinggal di Lapas, kamu akan terkena penyakit kulit, tidak bisa tidak! pasti akan kamu alami!

Disana kamu akan melihat dan merasakan berbagai macam penyiksaan yang belum kamu lihat disini, dari penyiksaan fisik maupun batin. Tapi kamu tidak perlu khawatir, karena kasus yang kamu alami adalah ringan, jadi kemungkinan kamu tidak merasakan penyiksaan yang berat disana. Penyiksaan berat hanya ditujukan untuk tahanan yang kasusnya berat, seperti Setut (perkosaan atau pelecehan seksual), pembunuhan, perampokan dengan kekerasan, dll. Mereka akan mengalami penyiksaan yang berat, seperti disodomi atau anal seks, oral seks, kemaluan mereka dikasih balsem atau saus cabai, tidur berdiri seminggu atau sebulan, tidur bertumpuk satu sama lain, dikeroyok beramai2, dll.

Tidak ada orang yang jujur dan bisa kamu percaya disana, semuanya modus! Mafia! Maka itu jangan sekali2 kamu percaya penuh kepada seseorang disana, kecuali dia adalah saudara kandungmu. Dan tidak ada seorangpun yang bisa menolong atau membantumu disana, bahkan sesama saudara kandung sekalipun belum tentu bisa membantu. Disana ibarat neraka dunia. Semuanya kejam dan berhati penjahat! Walaupun memang ada sedikit orang yang baik dan jujur disana, namun mereka tidak terlihat, karena mereka bersembunyi, tertutup oleh kabut kejahatan disana.

Yang perlu diingat adalah… Bukan Laki2 Kalau Belum Merasakan Penjara!…
Itulah motto kami, motto para resedivis…
Semoga dengan motto tersebut bisa menambah keberanian dan nyalimu disini maupun diluar nanti…”

Itulah sebagian cerita dari beberapa orang sahabat ana. Cerita itu ibarat mimpi buruk bagi ana. Mimpi buruk itu semakin memberatkan setelah ana mengetahui bahwa Lapas yang akan ana datangi adalah Lapas yang paling ditakuti dan buruk dibanding Lapas2 yang lain. Lapas kami nanti disebut sebagai Lapas Dollar! Lapas yang sangat parah kekerasan dan pungutan liarnya. Yang pahitnya lagi adalah, hanya ana saja yang akan dikirim ke Lapas Dollar itu, adapun tahanan lain yang satu Rutan akan dikirim ke Lapas lain, dikarenakan TKP ketika ana ditangkap atau diamankan tidak sama dengan TKP tahanan2 lainnya.

Sahabat2 ana sangat menyayangkan sekali ana dikirim ke Lapas tersebut. Mereka berkata ke ana, “Seandainya kamu dikirim ke Lapas kami nanti, niscaya kami masih bisa membantumu disana, karena kami masih punya banyak kenalan dekat di Lapas itu. Namun sayang sekali kamu dikirim ke Lapas Dollar yang kami tidak bisa berkumpul denganmu nanti, dan kami juga tidak punya kenalan disana yang bisa kami hubungi untuk membantu/menolongmu.” Mereka semua sangat mengkhawatirkan keadaan ana di Lapas Dollar nanti, namun ana berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa khawatir dan takut ana kepada mereka, ana berusaha untuk menjadi orang yang tegar agar mereka tidak semakin khawatir.

Sekarang tibalah hari dimana ana dikirim ke Lapas tersebut. Perasaan tegang dan takut mulai muncul dalam diri ana. Begitu juga dengan yang dialami sahabat2 ana, mereka sangat mengkhawatirkan keadaan ana nanti. Alhamdulillah selama 2 bulan di Rutan, ana telah banyak mempengaruhi mereka sehingga mereka sangat senang bergaul dengan ana, walaupun mereka semua adalah para penjahat kriminal. Ana telah mempersiapkan segalanya untuk proses pemindahan dari Rutan ke Lapas. Ana hanya membawa bekal satu stel pakaian dan beberapa buku bacaan. Adapun bawaan yang lainnya tidak diperbolehkan, seperti uang, hp, dll.

Sempat ana dinasehati oleh sahabat2 ana, “Jika membawa barang atau pakaian ke Lapas jangan yang bagus, karena bakal diambil oleh para Napi disana, apalagi kalau sampai ketahuan bawa uang. Kalau kamu mau, bawa ‘Pelor’ saja untuk bekal kamu disana, akan aku buatkan untukmu…Biar aman disana, kamu harus bawa Pelor!…” Pelor adalah uang yang dibikin menjadi kapsul (digulung kecil sampai sebesar kapsul kemudian dibungkus dengan lapisan pastik). Itulah cara penyelundupan uang di dalam penjara. Pelor itu kemudian ditelan ke dalam perut. Biasanya 1 pelor berasal dari uang bernilai 100rb atau 50rb. Dan seseorang sanggup menelan Pelor sebanyak 10 butir, bahkan ada yang lebih dari itu. Adapun cara mengeluarkannya adalah dengan cara BAB (Buang Air Besar), kemudian akan keluar bersamaan dengan kotoran kita. Pelor itu digunakan untuk bekal selama kita di Lapas.

Ana bertanya, “Bagaimana jika saya tidak membawa Pelor? Apa yang akan terjadi?” Mereka berkata, “Kamu bakalan di’gulung’ disana…pasang badan aja…”

Ana tetap menolak tawaran Pelor itu, karena bagi ana itu adalah sesuatu yang menjijikan. Ana cukup bertawakkal dengan membawa apa yang ana butuhkan saja, 1 stel pakaian (kaos, celana dan sandal jepit), serta beberapa buku bacaan. Walaupun tidak membawa Pelor adalah suatu resiko besar bagi seorang tahanan, karena ancamannya adalah ‘digulung’ (dihajar habis2an).

Sekitar jam 9 pagi, datang seorang petugas (dia adalah penyidik kepolisian yang menangani kasus ana), kemudian memanggil nama ana. Ana mendatangi petugas itu. Dan petugas itu berkata ke ana, “Bersiap2lah, sekarang kamu akan dipindahkan ke Lapas”. “Baik pak!” jawab ana. Itulah panggilan yang menyatakan bahwa ana positif dipindahkan ke Lapas, berpisah dengan sahabat2 ana di Rutan ini. Sahabat2 ana (berjumlah sekitar 60 orang) langsung datang mengerumuni, mengucapkan kata perpisahan dan salam kepada ana. Mereka sangat sedih harus berpisah dengan ana, karena hubungan ana dengan mereka yang begitu dekat, bahkan banyak dari mereka yang menangisi kepergian ana. Satu persatu kami saling bersalam dan berpelukan dan mengucapkan kata perpisahan.

Walaupun hanya 2 bulan kami bersahabat di Rutan ini, namun banyak kejadian dan kenangan yang terjadi pada kami, baik itu kenangan pahit maupun indah. Tidak tahu apa hikmah dibalik semua ini, sehingga ana harus mengenal dan bergaul dengan mereka di tempat seperti ini, tempat yang tidak pernah terkena atau melihat sinar matahari dan bulan, tempat yang penuh dengan larangan-larangan dan kekerasan, tempat yang selalu dibasahi air mata dan teriakan-teriakan kesakitan atau kejenuhan, tempat yang tidak ada peradaban dunia di dalamnya (teknologi, hiburan, dll), tempat yang tiada disana keluarga yang dicintai dari anak-anak, istri atau suami, orangtua, dan kerabat lainnya. Itulah tempat yang bisa membuat seseorang stress bahkan juga gila, tempat yang bisa membuat seseorang bunuh diri, menghalalkan segala cara demi tercapai kemauannya, berpikir sempit dan putus asa, semakin terpuruk karena pergaulan yang buruk, dan lainnya.

Ana sudah sampai di pintu gerbang tahanan. Sedangkan penghuni tahanan yang mereka adalah sahabat-sahabat ana berdiri semuanya dibelakang melepas kepergian ana. Ana melihat sekilas tampak keluarga ana beserta pengacara dan saudara juga teman-teman sudah menunggu ana diluar untuk menyaksikan proses pemindahan ana dari Rutan menuju Lapas. Kemudian datang beberapa orang petugas yang akan membawa ana, mereka langsung memborgol kedua tangan ana dengan posisi tangan di depan. Inilah pertama kali dalam seumur hidup ana merasakan diborgol, yang sebelumnya ana hanya mengetahuinya atau melihatnya dari media (televisi, film atau surat kabar). Setelah itu ana dibawa ke ruangan penyidik untuk diintrogasi ulang sebelum dibawa ke Lapas.

Setelah introgasi selesai, ana dibawa masuk ke dalam sebuah mobil kijang. Di dalam mobil itu hanya ada ana dan dua orang petugas. Adapun keluarga ana tidak bisa ikut bersama. Sebelum ke Lapas, ana dibawa ke Kantor Kejaksaan, yang disana ana akan diintrogasi kembali oleh Jaksa yang menangani kasus ana. Di Kejaksaan ana ditaruh di sebuah ruang tahanan yang kecil sambil menunggu proses introgasi selesai. Di dalam ruangan itu ana bertemu dengan seorang tahanan yang ana tidak kenal dengannya. Tahanan itu berasal dari Rutan Polsek lain yang berbeda dengan ana. Tidak ada tanda-tanda menakutkan dari tahanan tersebut, karena penampilan dan performennya seperti orang desa. Ana pun berkenalan dengannya, rupanya dia terkena kasus pencurian ringan, yaitu maling kambing karena kebutuhan, dengan ancaman pidana 2 sd 5 tahun.

Ana tetap di ruang itu sampai hari menjelang maghrib, sambil menunggu proses introgasi dari Jaksa. Setelah proses selesai, tidak lama datang sebuah bus yang berisikan sekitar 30 orang tahanan ke Kantor Kejaksaan. Para tahanan itu adalah tahanan Lapas yang baru selesai sidang di Pengadilan Negeri, mereka dibawa pulang kembali ke Lapas dengan bus tersebut. Dan bus itulah yang akan membawa ana ke Lapas. Namun rupanya semua tidak seperti yang ana sangka, karena di bus itulah akan terjadi kejadian yang memberatkan bagi ana…para tahanan di dalam bus itu ibarat para vampire yang sedang kelaparan…
Seperti masuk ke wahana berupa kereta hantu dan membawa masuk ke dalam ruangan yang penuh misteri dan mengerikan…

Kemudian ana beserta seorang tahanan di ruang itu dibawa keluar oleh seorang petugas menuju bus. Saat itu sudah masuk waktu Maghrib dan keadaan sudah mulai gelap. Untungnya sebelum keluar dari ruang itu ana masih sempat melaksanakan shalat Maghrib terlebih dahulu, sehingga kewajiban ana tidak tertunda. Ana kemudian digiring keluar Kejaksaan dengan posisi tangan masih diborgol. Setelah diluar, tampak oleh ana bus tersebut. Para penghuni bus tersebut semuanya meihat ke arah ana yang masih berada diluar. Mereka berteriak-teriak menyambut kehadiran ana dan seorang tahanan baru, kejadiannya seperti ketika ana masuk pertama kali ke dalam Rutan. “Ada dua kijang!!!…Ada dua kijang (tahanan baru)!!!” Itu yang mereka teriakkan dari dalam bus. Pandangan2 mereka liar, tidak bersahabat, bahkan menanamkan kebencian dan permusuhan. Ana sangat menyanyangkan kejadian ini, kenapa mereka2 jadi seperti itu, memiliki sifat dan tabiat yang buruk, apakah ini hasil dari didikan disana?

Pintu bus dibuka, dan ana disuruh masuk ke dalamnya. Ana melihat isi dalam bus tersebut, ada sekitar 30 orang dengan memakai seragam tahanan berwarna merah dengan tangan-tangan yang diborgol. Wajah2 mereka semua penuh kebencian dan tidak ada tanda-tanda persahabatan. Mereka semua melihat ke arah ana dan tahanan baru. Beberapa orang tahanan menyuruh ana untuk jongkok, dan mereka saling mengintrogasi ana satu persatu dengan menanyakan nama, alamat, kasus, dll. Dan tidak lupa juga mereka bertanya dengan nada keras dan penuh ancaman, meminta ana untuk memberikan uang atau Pelor ke mereka. Ana katakan tidak punya. Mereka tetap memaksa untuk menyerahkan uang yang ana miliki. Ana tetap mengatakan tidak punya. Akhirnya mereka menggeledah seluruh barang bawaan ana, bahkan mereka juga menggeledah pakaian yang ana pakai. Beberapa orang dari mereka bahkan berani membuka pakaian ana untuk memeriksa bagian dalam, mereka mengira ana menyembunyikannya. Ana bersikeras ke mereka agar mereka tidak membuka pakaian yang ana kenakan sehingga tampak aurat ana. Akhirnya mereka pun berhenti dari aksinya, namun beralih ke aksi yang lain yaitu meminta rokok dan barang-barang yang ana bawa. Ana katakan ke mereka kalau ana tidak merokok, dan tidak membawa barang berharga. Mereka melihat pakaian yang ana bawa, berhubung bukan pakaian yang bagus, mereka tidak mengambilnya, tapi mereka malah mengambil sendal ana. Ana biarkan ulah mereka mengambil sendal ana, toh harganya tidak seberapa, mungkin mereka membutuhkannya.

Tidak ada gunanya melawan mereka saat itu, karena itu perbuatan yang konyol, malah akan menambah kemudharatan bagi ana. Masih seperti biasanya, mereka masih saja memperlakukan ana dan tahanan baru itu dengan cara-cara yang hina, namun Alhamdulillah sampai saat ini mereka belum ada melakukan kekerasan ke ana, hanya berupa pukulan ringan saja dikepala ana dikarenakan ana berani membantah mereka dan tidak mau diatur.

Bus masih melaju di kegelapan malam menuju Lapas. Mereka masih saja mengajak ana berbicara, bertanya macam-macam dengan nada keras. Wajah-wajah mereka tidak seperti wajah-wajah sahabat ana ketika di Rutan, terlihat lebih menakutkan dan penuh kebencian. Aroma bau badan dari pakaian mereka menusuk hidung ana, disebabkan panasnya suhu di dalam bus, ditambah lagi sesak dan padat karena banyaknya tahanan yang disidang hari ini. Yang parahnya lagi, dalam bus itu penuh dengan asap rokok sehingga sulit bagi ana untuk bernafas, apalagi ana paling tidak suka dengan asap rokok. Mereka bisa mendapat rokok dari pemberian keluarga mereka tatkala membesuk mereka saat disidang di pengadilan hari ini.

Setelah 1 jam perjalanan, akhirnya bus yang membawa kami sampai di sebuah Lapas berbentuk sebuah bangunan tua yang sangat besar dan luas. Bus masuk ke dalam gerbang Lapas tersebut, kemudian datang beberapa orang petugas Lapas bersenjata menyambut kami. Kami semua dikeluarkan dari bus kemudian digiring masuk ke dalam Lapas sambil berbaris dengan tangan-tangan yang terborgol. Sambil berjalan masuk ke dalam Lapas, ana sibuk memperhatikan seluruh keadaan di dalam Lapas. Inilah pertama kalinya ana melihat secara langsung keadaan penjara yang sebenarnya, tidak jauh beda dengan kondisi seperti di film-film yang mengisahkan tentang suasana penjara. Berhubung malam, jadi keadaan tidak jelas terlihat, ana hanya bisa melihat sekilas saja dikarenakan rasa tegang yang ana rasakan membuat ana lebih fokus memikirkan nasib yang akan ana alami selanjutnya. Ana melihat para petugas Lapas beserta Narapidana sedang sibuk beraktivitas masing-masing, ada beberapa bangunan di dalam Lapas berupa kantor, masjid atau aula, sel tahanan, kantin, dll. Lapas ini terbagi menjadi beberapa blok. Setiap blok terdapat beberapa kamar sel yang bisa mencapai belasan kamar. Dan di dalam kamar bisa menampung puluhan narapidana. Jadi ada seribu lebih narapidana yang ada dalam Lapas ini.

Setelah sampai di dalam Lapas, kami digiring ke sudut tertentu, disana terdapat beberapa orang petugas yang sedang menunggu kami. Ana dan tahanan baru dipisahkan dari para tahanan yang lain, karena mau diintrogasi oleh petugas. Setelah diintrogasi oleh petugas, kami ditest fisik seperti push up, lari, dll. Kemudian petugas memanggil seorang tamping (napi yang dipekerjakan di Lapas) yang berbadan besar untuk mengantarkan kami ke kamar sel masing-masing. Sebelum tamping itu membawa kami ke kamar sel, kami dibawa masuk ke sebuah kamar mandi. Setelah kami di dalam kamar mandi, tamping itu mengunci rapat pintu kamar mandi, kemudian dia berkata kepada kami, “Loe bawa pelor? Kalo bawa, keluarin disini! Kalo tidak bawa, gue gulung loe disini!” Ana dan tahanan baru itu saling pandang memandang, karena kami mengetahui bahwa inilah saatnya kami akan digulung. Sedangkan tamping itu dengan paras bengisnya dan badan besarnya serius melihat ke arah kami, menunggu kami mengeluarkan Pelor melalui lubang dubur kami. Namun itu sia-sia saja, karena ana dan tahanan baru itu benar-benar tidak membawa Pelor. Berat bagi kami untuk menjawab pertanyaan tamping itu, karena jawabannya akan menyakitkan kami nantinya. Tapi mau tidak mau, kami memang harus jujur saat ini daripada keadaan semakin memberatkan kami nantinya.

Akhirnya si tahanan baru itu buka mulut, dia pun memberanikan diri untuk mengatakan tidak (tidak bawa Pelor) ke tamping itu. Langsung saja sebuah pukulan keras menghantam ulu hati si tahanan baru itu, yang membuatnya kesakitan dan jatuh tidak berdaya. Sekarang giliran ana menjawab, dan ana sudah pasang badan untuk menerima pukulannya. Ana katakan kepadanya dengan nada berani, “Saya tidak bawa Pelor karena saya punya Pengacara!” Setelah ana mengatakan itu, ana kuatkan seluruh badan agar bisa menahan pukulannya. Namun rupanya pukulan tidak kunjung datang padahal badan sudah ana keraskan sekuat tenaga untuk membendung pukulannya. Tamping itu tidak memukul ana, tidak tahu kenapa, mungkin dikarenakan jawaban ana yang bisa membuat dia berpikir dua kali sebelum memukul ana.

Akhirnya kami pun dikeluarkan dari kamar mandi, dan dibawa kembali ke kamar sel. Menuju kamar sel, kami melewati sebuah lorong berupa kamar-kamar yang di dalamnya penuh dengan para narapidana. Di pintu tiap-tiap kamar tertulis nomor urut kamar. Di jendela-jendela kamar terpasang teralis besi yang sebagiannya mulai berkarat. Dan dibalik teralis itu menatap mata-mata yang tajam melihat kami berjalan. Mereka adalah para tahanan Lapas yang menghabiskan masa tahanannya disini.

Inilah Lapas yang menjadi sejarah dalam kehidupan ana. Di Lapas inilah berkumpul segala macam pelaku kejahatan dari pembunuhan mutilasi, narkoba, pelecehan seksual, perampokan, sampai korupsi. Di Lapas ini juga hidup manusia-manusia yang mengidap virus HIV atau AIDS. Di Lapas ini kekerasan dan perkelahian adalah suatu makanan sehari-hari. Di Lapas ini para mafia atau sindikat kriminal saling berkuasa satu sama lain. Di Lapas inilah kesudahan dari orang-orang yang pernah engkau lihat di televisi atau surat kabar (karena kasus pidana yang diekspos). Dan ana sekarang telah menjadi bagian dari mereka disini, hingga masa tahanan berakhir. Sekarang ana akan mencoba untuk belajar dari kehidupan di dunia baru ini, belajar menjadi seorang laki-laki…laki-laki dimata mereka…

Kami (ana dan tahanan baru) masih menuju kamar sel. Ana perhatikan setiap kamar-kamar sel yang ana lewati, di pintu-pintunya tertulis nomor urut…kamar enam…kamar tujuh…kamar delapan…kamar sembilan…dst entah sampai nomor berapa. Di tengah perjalanan kami, tiba-tiba seorang Napi berbadan besar, berwajah sangar dan diseluruh tubuhnya dipenuhi tatto (di kepala, leher, badan, tangan, smp kaki, seperti Yakuza) mendatangi kami. Napi itu termasuk ‘Brengos’ di Lapas ini. Brengos adalah sebutan untuk jagoan atau pentolan di Lapas. Setelah dekat dengan kami, tiba-tiba saja Napi itu mengeluarkan pukulan yang keras ke arah si tahanan baru dan menghantam perutnya. Si tahanan baru itu merintih kesakitan yang kedua kalinya. Napi itu kemudian pergi meninggalkan kami, dia tidak memukul ana, tidak tahu kenapa…Alhamdulillah. Mudah2an ini adalah pertolongan dari Allah untuk ana, dari doa keluarga, saudara dan teman-teman ana diluar sana.

Tidak lama kami berjalan, kami diberhentikan di depan sebuah kamar sel bernomor 16. Pintu kamar tersebut masih terkunci rapat. Di jendela kamar itu penuh pandangan-pandangan yang tajam menatap kami, wajah-wajah yang asing yang penuh misteri. Inilah kejadian yang paling ditakuti oleh seluruh napi, yaitu saat dirinya di masukkan ke dalam kamar sel atau Lapas. Mereka mengatakan bahwa satu-satunya jalan agar selamat dari kondisi seperti ini adalah dengan uang. Iya dengan uang, karena Lapas yang ana masuki terkenal dengan istilah Penjara Dollar. Siapa yang memiliki uang di Lapas ini, maka ia aman atau selamat. Ia bisa menjadi seorang ‘Pangeran’ di Lapas ini dengan mendapat pelayanan dan fasilitas yang baik. Namun yang perlu diketahui adalah, uang itu bukanlah uang yang berjumlah sedikit, karena tempat ini bukanlah tempat yang mudah untuk mencari atau mendapatkan uang. Itu kata mereka, namun ana katakan dalam diri sendiri, bahwa yang dapat menyelamatkan seseorang dari kesulitan seperti ini hanyalah Allah Jalla wa A’la.

Kami masih berdiri di depan pintu kamar sel yang masih terkunci dengan gembok yang besar. Tidak lama datang seorang tamping membawa kunci-kunci yang terikat. Dialah juru kunci di Lapas ini, yang memiliki tugas mengunci dan membuka pintu kamar-kamar sel di Lapas ini di waktu-waktu tertentu. Juru kunci itu membuka kunci kamar 16. Setelah kunci dan pintu terbuka, maka ana di dorong masuk ke dalam kamar sel tersebut. Adapun si tahanan baru itu tidak dimasukan bersama ana ke dalam kamar 16, melainkan dibawa ke kamar sel lain, tidak tahu dibawa kemana si tahanan baru itu.

Kamar 16 termasuk kamar yang lebih besar dibanding kamar-kamar sel yang lain, dengan luas sekitar 7 x 5 meter, dan berisikan sekitar 60 tahanan, sangat penuh sesak! yang seharusnya kapasitas tahanan hanya 20 orang/kamar. Bahkan menurut informasi, di kamar sel tahanan wanita menampung sampai lebih dari 90 orang! Bayangkan betapa sesaknya kehidupan di dalam kamar sel tahanan ini. Belum lagi kamar mandi hanya ada 1 perkamar, bisa dibayangkan seperti apa suasana di dalam kamar sel. Ketika di Rutan yang jumlah tahanan hanya 15 orang sudah sangat kesulitan jika ingin ke kamar mandi, apalagi jika ada 60 orang? Maka itu sudah hal biasa jika mereka menggunakan kamar mandi ini dengan bersama-sama, kadang mandi dan buang hajat bisa sampai 3 orang sekamar. Sungguh perbuatan yang menjijikan dan tidak pantas bagi ana.

Suasana kamar menjadi ramai saat ana masuk. Banyak dari napi yang mendekati ana dan bertanya macam-macam. Namun sampai saat ini belum ada yang menggangu ana. Ana berusaha untuk tetap ramah dan sopan ke mereka. Tiba-tiba ada seorang napi keluar dari kamar mandi (mungkin habis mandi). Badannya besar dan berotot (seperti tentara). Dia menatap tajam ke arah ana sambil melotot dan pasang tampang menyeramkan. Kemudian dia berjalan mendekati ana. Seseorang yang ada disebelah ana berkata kepada ana, “Kenalkan dengan bapak ini, namanya pak TO (hanya inisial), dia anggota angkatan udara. Terkena kasus penganiayaan dan diancam hukuman berat. Dia memukul orang dengan satu kali pukulan yang membuat orang itu KO, dan 3 hari kemudian orang itu meninggal. Silahkan kamu berkenalan dengan bapak ini.” Ana pun mengajak berkenalan dengannya, namun bapak itu tidak merespon, dia terus saja melihat ana dengan pandangan tajam. Bapak itu berkata ke ana, “Buka bajumu!!” Ana mulai tegang menghadapi situasi seperti ini, namun ana tidak mau memperlihatkan ketegangan dan ketakutan kepada mereka. Ana pun mengikuti perintahnya membuka baju. Setelah baju ana buka, bapak itu berkata lagi, “Hmmm…tidak ada tattonya…Badan kamu bagus, kamu ‘anggota’ ya? atau petinju?” Ana menjawab, “Tidak pak, saya hanya suka olahraga.” Bapak itu bertanya, “Kamu bisa tinju?” Ana katakan, “Tidak pak…” Bapak itu berkata, “Jangan bohong kamu disini! Ayo kita tinju disini!! Mau?” Ana berkata, “Tidak mau pak…” “Kalau kamu tidak mau, aku ingin merasakan seperti apa pukulanmu. Ayo coba pukul badanku sekerasnya!!!” Ana katakan kepadanya, “Tidak pak…saya tidak mau pak…” Bapak itu berkata lagi, “Ayo cepat pukul!!! atau saya yang akan pukul kamu!” “Tidak mau pak…saya tidak mau pukul bapak…” kata ana. Bapak itu bertanya, “Kenapa kamu tidak mau memukul saya?” Ana katakan kepadanya, “Karena saya tidak mau menzholimi orang.” Tiba-tiba wajah bapak itu yang tadinya serius berubah menjadi tersenyum kemudian beliau mengangkat kedua tangannya (seperti mengajak berpelukan) dan berkata kepada ana, “Berpelukaaannn…(dengan nada seperti Teletubbies)” Spontan kami pun akhirnya saling berpelukan senang. Bapak itu berkata ke ana sambil tersenyum, “Selamat datang di kamar ini.” Ana akhirnya merasa lega setelah mengalami ketegangan yang sangat. Rupanya bapak tadi hanya berpura-pura saja, dia ingin menguji ana sebagai tahanan baru disini.

Tiba-tiba datang seseorang memanggil ana dan berkata, “Kamu dipanggil Buser (wakil Kepala Kamar), disuruh temui sekarang, itu dia orangnya…” sambil menunjuk ke arah seseorang yang sedang tiduran diatas kasur. Ana pun menemuinya dan terjadilah dialog yang panjang antara ana dengannya, yang intinya dia meminta sejumlah uang tertentu untuk kebutuhan ana di kamar ini. Dia memberikan beberapa pilihan ke ana, mau jadi Pangeran atau Dayak di kamar ini? Jika memilih Pangeran, maka ana akan selamat dan akan mendapat pelayanan serta fasilitas yang baik di kamar ini, dengan syarat harus membayar uang dengan jumlah tertentu. Jika memilih jadi Dayak, maka ana harus siap sengsara lahir batin di kamar ini, intinya harus siap pasang badan.

Ana belum bisa memilih diantara keduanya, karena ana paling benci menyerahkan uang ke mereka, disisi lain ana sangat berat tersiksa di dalam kamar ini. Namun mau tidak mau ana harus memilih salah satu dari keduanya. Dan yang ana pilih adalah menjadi Dayak. Mendengar jawaban ana, Buser itu kemudian memanggil Bodyguardnya dan berkata kepadanya, “Sekolahin nih orang!” (yang maknanya ana akan mendapat beberapa pelajaran/siksaan dari Bodyguardnya). Kemudian ana dibawa oleh Bodyguard itu ke sudut kamar. Dia berkata kepada ana dengan beberapa kalimat, setelah itu sebuah pukulan keras menghantam wajah ana. Pukulan itu tidak membuat ana kesakitan dan bergeming darinya. Ana tatap wajahnya. Dia pun kembali mengeluarkan pukulan keras ke wajah ana. Dua kali ana mendapat pukulan darinya. Walaupun pukulan itu tidak membuat ana kesakitan, tapi ana sangat khawatir jika pukulan itu membuat bekas di wajah ana. Ana tidak mau jika bekas pukulan itu nantinya terlihat oleh keluarga (orangtua atau istri ana) sehingga menjadikan mereka sedih dan khawatir terhadap ana. Hal itu akan menambah kemudharatan bagi semua nantinya. Akhirnya sebelum bodyguard itu memukul ana yang ketiga kalinya, ana berkata kepadanya, “Baiklah, kasih saya waktu beberapa hari ini atau 3 hari ini, sampai datang keluarga saya membesuk dan saya bisa berdiskusi dengan mereka.” Bodyguardnya itu pun menerima perkataan ana, dan memberi waktu kepada ana selama 3 hari. Dia mengancam, jika ana berdusta, maka sangsinya lebih berat lagi. Kemudian ana dikembalikan ke posisi semula dan disuruh untuk istirahat.

Waktu pun berjalan mengiringi hari-hari ana di dalam kamar sel. Sebelum hari ketiga, keluarga ana datang membesuk. Ana ceritakan apa yang terjadi di dalam Lapas kepada keluarga ana. Keluarga ana (bapak) berkata, “Jangan khawatir, di Lapas ini ada 2 orang petugas Lapas yang dia adalah teman bapak. Bapak sudah menitipkan ke petugas itu, dan insya Allah dia siap membantumu dari kesulitan-kesulitan di Lapas ini.” Mendengar perkataan bapak, ana merasa lega dan senang karena ini adalah pertolongan dari Allah. Alhamdulillah dengan adanya 2 orang petugas Lapas yang dia adalah teman bapak ana, membuat KM (Kepala Kamar) segan berbuat macam-macam ke ana. Ana di dalam kamar tidak dijadikan Dayak sehingga ana bisa selamat dari kesengaraan dan penderitaan di Lapas.

Hari-hari berjalan seperti biasanya. Banyak kejadian-kejadian di dalam Lapas yang tidak bisa ana ceritakan semuanya karena keterbatasan waktu dan tempat. Yang semua kejadian itu adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan ana. Hingga suatu hari, masuklah ke dalam kamar kami 4 orang tahanan baru. Keempat tahanan itu sangat menyeramkan penampilannya, seperti preman besar. Mereka adalah para pembunuh sadis. Korbannya adalah temannya sendiri yang dibunuh dengan cara yang sadis dan mengerikan (tubuhnya dicincang-cincang dengan senjata tajam). Mereka diancam hukuman seumur hidup atau minimal 10 tahun penjara. Ketuanya berinisial BR, kulitnya hitam dan seluruh tubuhnya dipenuhi tatto dari leher sampai kakinya, wajahnya gelap dan sangar, di telinganya terdapat lubang tindikan selebar tutup botol. Dia punya geng di dalam Lapas ini, jadi tidak heran kalau teman-temannya disini banyak walaupun dia tahanan baru. Banyak napi yang takut dengannya karena statusnya, yaitu seorang pembunuh dan memiliki geng yang banyak massanya.

BR tinggal 1 kamar dengan ana. Terus terang ana tidak suka dengannya karena selalu bikin onar di kamar ini. BR ini berteman akrab dengan seorang napi berinisial RV. RV juga seorang pembunuh sadis berdarah dingin. Ditangkap karena dia termasuk kawanan geng motor, sekaligus pelaku pembunuhan sadis yang korbannya adalah seorang tokoh agama (ustadz) ormas tertentu. Dihukum sekitar 4 tahun penjara (karena orangtuanya adalah seorang pejabat terkenal). Wajahnya putih dan tampan (seperti artis), di tangannya terdapat tatto. Mereka ini adalah termasuk orang-orang yang ditakuti di Lapas ini. Ana tidak dekat dengan mereka, karena tidak cocok dengan sifat ana, namun ana tetap bergaul dengan mereka seperlunya saja.

Hingga suatu hari, di waktu shubuh, beberapa orang sudah bangun dari tidurnya untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah di dalam kamar, dan sebagian yang lain masih tertidur pulas. Ana sudah berada di posisi untuk shalat, menunggu masuknya waktu shubuh. Sedangkan yang lain ada yang masih antri untuk berwudhu. Setelah masuk waktu shalat shubuh, salah seorang diantara kami mengumandangkan adzan. Setelah adzan selesai, maka kami melaksanakan shalat sunnah fajar. Ada salah seorang dari kami yang membangunkan teman-temannya yang masih tertidur agar bangun untuk melaksanakan shalat berjamaah. Orang itu membangunkannya dengan memercikkan air ke teman-temannya yang tidur. Namun rupanya percikan air itu mengenai si BR yang lagi tertidur pulas. Spontan BR terbangun dari tidurnya karena merasa terganggu. Dia pun marah besar dan menjadi arogan karenanya. BR lalu mengambil air segayung kemudian menyiram air itu ke orang-orang disekitarnya, termasuk ana yang sedang shalat sunnah terkena siraman air segayung. Merasa diperlakukan seperti itu, ana marah besar, kemudian ana batalkan shalat sunnah yang belum 1 rakaat, karena hilang sudah kekhusyuan dalam shalat akibat perlakuan BR yang arogan. Ana bergegas mendekati BR dan ana bentak dia dengan berkata, “Heh!!! Kenapa loe siram gue yang lagi shalat?!!!” BR diam tidak menjawab, bahkan tidak mempedulikan ucapan ana. Ana pun mengulang perkataan lagi ke dia, “Heh…Jawab!!! Kenapa loe siram gue?!!! Loe gak liat kalo gue lagi shalat…Jangan macam-macam loe sama gue!!” BR masih tetap diam tidak mempedulikan ucapan ana. Dikarenakan BR masih tidak merespon ana, akhirnya ana pun menendang BR dengan tendangan pelan (tidak menyakitkan), agar dia mau merespon ana yang sedang marah. Menerima perlakuan seperti itu dari ana, BR jadi marah, langsung BR meloncat ke arah ana dan mencengkram ana. Maka terjadilah perkelahian sengit antara ana dengan BR. Tidak ada yang mampu memisahkan kami saat itu. Ana terus mendesak BR agar ke tempat yang menyulitkan dia. Perkelahian kami saat itu berada di tingkat atas atau lapak pangeran. Ketika BR sampai di tempat yang ana inginkan, yaitu tempat yang menyulitkan dia, maka ana mendorong BR agar dia jatuh ke bawah. Akhirnya BR jatuh ke bawah karena dorongan ana, namun BR cepat tanggap menghadapi itu, tangannya langsung meraih kerah baju yang ana pakai sehingga membuatnya robek, dan kami pun jatuh bersama-sama. Di bawah kami masih melanjutkan pertarungan. Disaat BR mulai terdesak menghadapi ana, tiba-tiba ada yang memegang tangan ana dari belakang dengan keras. Ana lihat siapa yang berani memegang tangan ana dalam kondisi seperti ini? Rupanya orang itu adalah RV, teman akrabnya BR. RV bermaksud membantu BR saat itu, yaitu mengeroyok ana. Adapun ana sendirian kala itu, tidak ada yang mau membantu ana, mungkin karena mereka takut jika berhadapan dengan BR dan RV. Ketika kondisi semakin buruk, datanglah KM (Kepala Kamar) dari kamar tidurnya, dan berhasil memisahkan kami semua.

KM menegur keras ke BR karena sikapnya. Dan sebaliknya, KM malah mendukung sikap ana karena menurutnya ana diatas kebenaran. Dia menyalahkan sikap BR yang telah mengganggu ana yang sedang shalat. Perbuatan mengganggu orang yang sedang shalat adalah merupakan kekeliruan yang sangat besar, walaupun BR terbiasa mengganggu orang yang sedang shalat di dalam kamar sel ini, namun untuk ana pribadi tidak bisa seperti itu, dan itu tidak boleh dibiasakan, makanya perlu bagi ana untuk bertindak dengan cara keras dan tegas kepadanya, agar bisa dijadikan pelajaran olehnya. Ana mengambil sikap keras kepadanya karena menurut ana memang itu cara yang tepat untuknya. Dan bukan tempatnya untuk berlemah lembut kepadanya saat itu, apalagi berlemah lembut dengan maksud berlindung dari sifat pengecut. Sekali lagi tidak…ana tidak mau menjadi orang-orang yang pengecut disini. Ana ingin menjadi seorang laki-laki di mata mereka. Tidak peduli siapapun orangnya, entah dia berbadan lebih besar dan kuat dari ana, memiliki banyak tatto (apalagi sudah pernah ana bahas kalau tatto bukanlah ukuran kuat tidaknya seseorang), memiliki banyak massa atau anak buah, dsb. Jika dalam kondisi seperti itu ana tetap menggunakan cara yang lemah lembut kepadanya, niscaya tidak akan mempan untuknya, karena ini adalah penjara dimana yang kuat dan beranilah yang akan berkuasa disini, adapun yang lemah dan penakut maka akan dizhalimi selalu. Bisa jadi BR akan terus bertindak sewenang-wenang terhadap ana atau lainnya jika tidak ada yang berani menegurnya.

Setelah keadaan mulai kondusif, barulah kami melaksanakan shalat shubuh berjamaah. Setelah selesai shalat, tiba-tiba BR mendatangi ana untuk meminta maaf atas perbuatannya. Begitu juga RV datang meminta maaf kepada ana atas perbuatnnya juga. RV berkata kalau dia waktu itu hanya mencoba membantu BR yang sedang terdesak tanpa tahu permasalahan yang sebenarnya, berhubung RV sedang tidur kala itu. Seandainya RV mengetahui permasalahan yang sebenarnya, yaitu BR yang berbuat kesalahan karena mengganggu orang shalat, niscaya RV tidak mau membela BR. Ana pun memaafkan mereka, selama mereka memiliki itikad baik ke ana dan mengakui kesalahannya. Apalagi ana dalam kondisi baik-baik, tidak ada cidera atau sakit sedikitpun, hanya saja baju ana robek karena ditarik keras oleh BR ketika ana dorong dari tingkat atas, sehingga baju itu tidak bisa dipakai lagi.

Kejadian itu rupanya menjadi berita menarik di dalam Lapas. Dengan cepat berita ini menyebar ke seluruh tahanan. Memang setiap ada kejadian di dalam Lapas, seperti perkelahian, maka akan menjadi berita yang menarik untuk dibahas di Lapas. Pelakunya akan menjadi terkenal, karena dia telah menjadi sosok orang yang memiliki keberanian besar. Berkelahi di Lapas sangat beresiko besar, diantaranya, dia bisa mendapat masalah dari petugas, selain di gulung oleh para petugas, dia juga akan di masukkan ke dalam Selti. Selti atau Sel Tikus adalah sebuah kamar kecil yang diperuntukan kepada napi yang bermasalah, luasnya sekitar 2 x 2m. Di Selti itu napi yang bermasalah dikurung selama 1 pekan atau 1 bulan, disana dia makan, tidur dan buang hajat, dan tidak boleh keluar kamar sampai masa hukuman berakhir. Kondisi di Selti sangat mengenaskan, banyak napi yang masuk Selti kemudian dia mengalami depresi disana. Berkelahi di penjara sangat dilarang keras, namun sering dijumpai perkelahian di dalam penjara. Karena mental-mental napi kebanyakan dari mereka adalah berani, walaupun dia memiliki fisik yg lemah atau tidak ahli beladiri. Tapi dibalik itu, seorang napi yang berani berkelahi di dalam penjara akan menjadikan dirinya disegani bahkan ditakuti oleh para napi yang lain. Seperti halnya yang terjadi dengan ana. Setelah perkelahian itu, banyak napi-napi yang perhatian dengan ana, diantaranya adalah, setiap ana melewati mereka, mereka dengan segera menegur atau memberi salam ramah ke ana, ada juga dari mereka yang antusias ingin berkenalan dengan ana. Bahkan jika kami sedang berkumpul, mereka sangat peduli sekali dengan ana, mengambilkan air minum atau makanan untuk ana. Melihat kondisi seperti ini, ana jadi tertawa lucu di dalam hati. Begitu juga dengan BR, dia jadi sering menegur ketika melihat ana, bahkan dia memperlihatkan sikap yang baik dan ramah ke ana. Walaupun ana masih baru di Lapas ini, namun ana sudah banyak dikenal oleh para Napi karena kejadian itu. Sehingga ana bisa menjadi napi yang tidak mudah dimanfaatkan oleh napi-napi yang ‘Modus’ (makar).

Ana berkata dalam hati, apakah ana sudah menjadi seorang laki-laki di mata mereka? Namun itu bukanlah perkara penting bagi ana. Sikap ana ketika itu hanya sebatas mempertahankan diri dari gangguan, selama ana diatas kebenaran. Ana tidak membutuhkan pujian dan dukungan dari mereka. Ana tidak mau mencari masalah atau berbuat zhalim, tapi jangan sampai ana diganggu, selama ana bisa mengatasinya maka ana akan terus menyelesaikannya dengan cara ana sendiri. Ada benarnya juga motto yang diucapkan oleh sahabat ana dulu, “Bukan Laki-Laki Kalau Belum Merasakan Penjara.” Maksudnya bukan berarti setiap laki-laki harus masuk penjara, atau harus berbuat tindak pidana kemudian masuk penjara, itu maksud yang keliru. Yang benar adalah, di Penjara seseorang akan dididik menjadi seorang Laki-laki di mata mereka, Laki-laki yang penuh keberanian atau nyali besar, fisik yang kuat, tidak pengecut, tidak cengeng, tidak pemalas, tidak mengeluh dan sifat-sifat laki-laki lainnya. Setidaknya motto itu bisa dijadikan motivasi untuk laki-laki yang belum mencapai derajat laki-laki yang sebenarnya, atau masih pengecut, cengeng, manja, lemah, dll.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa. Ana masih menunggu di dalam Lapas ini sampai hari kebebasan tiba. Pemandangan di Lapas masih belum berubah, kekerasan, penganiayaan, kelaparan, modus, dan lain-lain masih tetap berjalan. Karena memang itulah dunia mereka yang sulit sekali dimusnahkan. Ana mencoba menyibukkan diri sendiri tanpa terpengaruh dengan kehidupan mereka. Mencoba menjadi orang yang asing di kehidupan yang asing ini. Mencoba menutup diri dari pergaulan mereka demi keselamatan aqidah dan iman ana. Mengingkari segala kemungkaran-kemungkaran sebatas hati, karena itu yang ana mampu saat itu, selama ana tidak dilibatkan seperti kejadian waktu itu. Itulah sebagian kecil dari pengalaman yang ana hadapi ketika di Lapas. Masih bisa ana susun dalam tulisan ini, dan tidak akan lupa -insya Allah- karena ini adalah kejadian yang berharga dalam kehidupan ana. Mudah-mudahan pengalaman yang lain bisa ana ceritakan kembali di episode berikutnya, insya Allah….

Oleh Abu Fahd Negara Tauhid

Sumber: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=3715060572420&set=a.1006164771718.685.1752889223&type=1&comment_id=1529931&offset=0&total_comments=228&ref=notif&notif_t=photo_comment

 

Baca juga:

153 MALAM (BAG. 1 -TRUE STORY-)

WELCOME TO CRIMINAL (153 MALAM -BAG.2-)

MALAM PERTAMA DI BUI (153 MALAM -BAG.3-)

NASI CADONG (153 MALAM -BAG.4-)

MODUSSSS!!!… (153 MALAM -BAG.5-)

 

 

Recent Posts :

One Response to “PERTARUNGAN DENGAN SEORANG PEMBUNUH (153 MALAM BAG.6)”

Trackbacks/Pingbacks

  1. Belajar: Faedah Kisah Abu Fahd | bekal perjalanan jauh... - 2 December 2013

    […] Faedah Kisah Abu Fahd Membaca kisah akhunaa abu Fahd di https://gizanherbal.wordpress.com/2013/11/18/pertarungan-dengan-seorang-pembunuh-153-malam-bag-6/, terkait pengalamannya di penjara, membuat saya teringat kisah yang Allah ceritakan mengenai nabinya […]

Leave a comment